- Back to Home »
- MAKALAH »
- PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Posted by : Unknown
Selasa, 30 Juni 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Globalisasi adalah suatu fenomena
khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan
merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi
dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini.
Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan
berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam
upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
Globalisasi sendiri merupakan sebuah
istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu egara
sebagai egarae baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah,
globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana
globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
Globalisasi sering diperbincangkan
oleh banyak orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam
kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu
situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar egara diseluruh dunia
dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu
egara terhadap egara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga
teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain.
Konsep akan globalisasi menurut
Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan
peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi
global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut.
Di sini penyempitan dunia dapat
dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia
dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi
memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang
menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia
sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan
bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup,
orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan
oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi,
egara, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh
penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
1.2
RUMUSAN MASALAH
- Apa pengertian Globalisasi?
- Apa yang dimaksud Budaya?
- Bagaimana hubungan Globalisasi dan Budaya?
- Bagaimana Globalisasi dalam Kebudayaan Tradisional Indonesia?
- Apa pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Bangsa?
- Bagaimana upaya mencegah memudarnya Budaya dan jati diri Bangsa?
1.3
TUJUAN
Berdasarkan penulisan masalah
diatas, penulisan ini bertujuan untuk :
- Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah,
- Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa
- Memahami lebih dalam tentang Globalisasi,
- Sebagai bahan pembelajaran Mata Kuliah Sosiologi, dan
- Sebagai Tugas Makalah Bidang Study Sosiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN GLOBALISASI
Menurut asal katanya, kata
"globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.
Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan
sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini
tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang
mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga
bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu
proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan
membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di
sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi
tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara
yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin
tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap
bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang
pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi
yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·
Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai
meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap
mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung
satu sama lain.
·
Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan
semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor,
lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·
Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai
semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman
di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
·
Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu
bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari
barat sehingga mengglobal.
·
Hubungan transplanetari dan
suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat
definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih
mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global
memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
2.1.1 Ciri-ciri Globalisasi
Terjdinya globalisasi tentunya ditandai dengan
beberapa hal yang membuat globalisasi semakin pesat berkembang. Berikut ini
merupakan ciri-ciri yang menyebabkan terjadinya globalisasi:
A. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan
hidup, krisis multinasional, dan inflasi regional
B. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa
(terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga
internasional). Saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan
pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya
dalam bidang fashion, literatur, dan makanan
C. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda
menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan
internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi
organisasi semacam World Trade
Organization (WTO)
D. Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan
barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet
menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara
melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal
dari budaya yang berbeda.
Dengan demikian, setiap manusia mempunyai
peranan dalam mengambil bagaian terhadap perkembangan dunia. hal ini, terkadang
membuat pemahaman dalam diri individu bahwa dunia adalah satu.
2.1.2 Dampak Globalisasi
Perkembangan dunia yang begitu pesat membuat
manusia seakan tanpa sekat, arus informasi dan komunikasi bergerak begitu
pesat, sehingga memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi. Tanpa disertai
dengan filter yang baik, tentunya hal ini akan berdampak besar pada kehidupan
individu itu sendiri dan juga di masyarakat. Berikut ini merupakan dampak dari globalisasi:
DAMPAK GLOBALISASI
|
|
Dampak Positif
|
Dampak Negatif
|
Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
|
Informasi yang tidak tersaring dengan baik dapat
menyebabkan penyimpangan perilaku
|
Mudah melakukan komunikasi, karena sudah tersedianya
berbagai alat komunikasi
|
Kurang peka terhadap lingkungan sekitar, karena
terlalu sibuk dengan alat komunikasinya
|
Mobilitas tinggi
|
Cenderung terjadi ketimpangan sosial yang besar
antara wilayah yang maju dan wilayah tertinggal
|
Mudah memenuhi kebutuhannya masing-masing
|
Terciptanya masyarakat yang konsumtif
|
Terjadinya peningkatan kualitas diri SDM karena
individu harus memiliki kualitas diri yang baik dalam menghadapi persaingan
global
|
Membuat individu malas berinovasi dan berkreasi,
karena banyak hal yang mudah dikerjakan oleh kecanggihan teknologi
|
Menumbuhkan sikap toleransi
|
Terbentuknya sikap individualistik, karena kurangnya
sikap kepekaan social
|
Menumbuhkan kesadaran demokrasi warga masyarakat
|
Mudah terpengaruh oleh hal asing yang bukan
kepribadian bangsa
|
2.1.3 Cara mengantisipasi permasalahan
globalisasi
Pada intinya secara umum permasalahan
globalisasi memiliki dua sifat, yaitu unsur interrelasi yang sangat kuat dan
keterjangkauan berskala global. Unsur interrelasi yang sangat kuat, artinya
permasalahan globalisasi itu, sangat berpautan erat antara satu negara dengan
negara lain. Meskipun masalah- masalah itu pada mulanya dijumpai hanya di satu
atau beberapa negara akan tetapi lambat laun akan terjadi di seluruh negara di
berbagai belahan bumi. Apalagi dengan kemajuan teknologi transportasi dan
teknologi telekomunikasi dan informasi yang telah menyebabkan interaksi antar
manusia baik secara nyata maupun maya semakin meningkat, maka penyebaran permasalahan
globalisasi itu akan semakin cepat.
Keterjangkauan berskala global (global
coverage), artinya permasalahan globalisasi itu, dapat menyebar ke seluruh
dunia, dan memberikan dampak yang juga berskala dunia/global. Harus diakui
bahwa kemajuan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi berperan
besar untuk menyebarkan permasalahan globalisasi itu ke berbagai belahan bumi.
Dengan adanya dua sifat itu, maka dapat
dikatakan bahwa gejala keterhubungan (interconnectedness) antara
berbagai masalah globalisasi dengan hubungan antarbangsa telah semakin
meningkat, dan hal itu sebenarnya adalah sebuah konsekuensi logis dari
globalisasi yang memang pada akhirnya akan membawa manusia untuk menjadi
semakin mudah dan semakin sering berinteraksi. Namun di pihak lain, sifat
jangkauan global dan dampak masalah globalnya juga harus diwaspadai.
Dalam dunia yang semakin mengglobal, maka
berbagai masalah yang diawali pada suatu lokasi di belahan bumi tertentu dapat
memberikan dampaknya ke seluruh planet bumi dan bahkan bagi seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, maka budaya peradaban di era globalisasi sekarang ini
harus diarahkan pada suatu asas komplementasi (complementary thinking) atau
pola pikir untuk saling melengkapi.
Asas komplementasi itu pada hakekatnya sejalan
dengan kompleksitas permasalahan di era global, yang menunjukkan semakin
meningkatnya pertautan antara satu kepentingan dengan kepentingan lain yang,
mau tidak mau, telah mendorong umat manusia untuk semakin saling bergantung
atau interdependen satu sama lain. Asas komplementasi memiliki 3 fitur penting,
yaitu Transparansi, Menyeluruh, Kesesuaian.
Pada dasarnya ada tiga prinsip penting yang
harus dijadikan acuan dalam pengembangan asas komplementer, yaitu:
a. Prinsip Keseimbangan (Equality)
Adalah bahwa masing-masing pihak yang terlibat
dalam asas komplementer harus bersedia untuk berbagi kepentingan (interest)
yang dimilikinya dengan kepentingan pihak lain.
b. Prinsip jangka panjang (eternity)
Adalah bahwa asas komplementer untuk
menghadapi tantangan peradaban yang berskala global itu, harus dilaksanakan
dengan komitmen untuk terus menindaklanjutinya dalam skala jangka panjang.
c. Prinsip pembelajaran-kolektif
(collective learning)
Yang dimaksud dengan pembelajaran kolektif
bukanlah memisahkan diri/ menghindari dari pengaruh asing (barat). Akan tetapi
Prinsip pembelajaran-kolektif adalah adanya semangat dan mentalitas dari
segenap bangsa untuk menjadikan kondisi saling melengkapi itu sebagai sebuah
forum pembelajaran.
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
a. Menumbuhkan semangat nasionalisme melalui
penanaman dan pengamalan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya, misal semangat mencintai produk dalam
negeri
b. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama
dengan sebaik- baiknya
c. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan
menegakkan hukum dalam arti sebenar benarnya dan seadil-adilnya
d. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di
bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa
e. Menanamkan sejak dini rasa bangga dan
penghargaan terhadap segala kebudayaan Indonesia
f.
Mendidik
anak sedini mungkin dengan kebudayaan Indonesia, sehingga mereka dapat
mencintai kebudayaan Indonesia
g. Lebih memperketat lagi penyebaran arus
informasi di kalangan generasi muda, seperti acara di TV maupun radio jangan
sampai mengandung SARA atau unsur pornografi
h. Lebih menguatkan pendidikan moral dan karakter
di sekolah
i.
Berusaha
meningkatkan kualitas diri SDM Indonesia melalui peningkatan pendidikan, ekonomi,
pertahanan keamanan, dan keadilan. Hal ini bertujuan, agar kesadaran masyarakat
mengenai perilakunya dan kebudayaannya semakin tampak
2.2 Definisi
Budaya
Budaya adalah suatu
cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang,
dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian
tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa
alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat
rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu
mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti
"individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di
Cina.
Citra
budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang
paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup
mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren
untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain.
2.3 Pengertian
kebudayaan
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut
Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi,
seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.3.1 Unsur-Unsur
Kebudayaan
Ada
beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1.
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan
memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat
teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2.
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur
pokok yang meliputi:
o sistem norma
sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi
ekonomi
o alat-alat, dan
lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga
pendidikan utama)
o organisasi
kekuatan (politik)
3.
C. Kluckhohn mengemukakan ada 7 unsur
kebudayaan secara universal (universal categories of culture) yaitu:
o bahasa
o sistem
pengetahuan
o sistem
tekhnologi, dan peralatan
o sistem kesenian
o sistem mata
pencarian hidup
o sistem religi
o sistem
kekerabatan, dan organisasi kemasyarakatan
Globalisasi adalah proses
integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya.[1][2] Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk
kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam
globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi
dan budaya.[3]
Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa
globalisasi berawal di era modern, beberapa pakar lainnya melacak
sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan Eropa dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat
terjadinya globalisasi pada milenium ketiga sebelum Masehi. Pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung
sangat cepat.
Istilah
globalisasi makin sering digunakan sejak pertengahan tahun 1980-an dan lebih
sering lagi sejak pertengahan 1990-an.[6] Pada tahun 2000, Dana Moneter
Internasional (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar
globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, dan
pembebasan ilmu pengetahuan.[7] Selain itu, tantangan-tantangan
lingkungan seperti perubahan iklim, polusi air dan udara lintas perbatasan, dan pemancingan berlebihan dari lautan juga ada hubungannya
dengan globalisasi.[8] Proses globalisasi memengaruhi dan
dipengaruhi oleh bisnis dan tata kerja, ekonomi, sumber daya sosial-budaya, dan lingkungan alam.
2.3.1
Ciri ilmu budaya :
Sebagai ilmu yang
penting untuk dipelajari, budaya memiliki pokok-pokok tertentu yang membuat
budaya memiliki ciri khas tertentu. Berikut adalah pokok-pokok terkandung
sebagai ciri-ciri dari kebudayaan:
1. Kebudayaan ada
di tengah-tengah manusia dengan ragam yang berbeda-beda
2. Kebudayaan di kenal
di tiap-tiap generasi karena adanya suatu kegiatan pembelajaran
3. Kebudayaan
berisi komponen-komponen yang mengandung nilai-nilai bologi, psikologi, dan
sosiologi
4. Kebudayaan
memiliki tingkatan / struktur dan terbagi dalam kesenian, bahasa, adat istiadat,
budaya daerah dan budaya nasional.
2.4 GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung globalisasi, yang sudah mulai
terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa
Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap
seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah
kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai
nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki
oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat
didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan
hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam
kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi
berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat
dalam alam pikiran.
Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi
penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan.
Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang
merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan
merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam,
termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa
Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi.
Globalisasi dalam kebudayaan dapat
berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan
kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru
menjadi egarae tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau
penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan
dikuasai oleh egara-negara maju, bukan egara-negara berkembang seperti
Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional
justru egara-negara maju. Akibatnya, egara-negara berkembang, seperti Indonesia
selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, egara, budaya, termasuk kesenian kita.
Wacana globalisasi sebagai sebuah
proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi
internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan
setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia
sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal
Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan
berbagai budaya dan nilai-nilai budaya.
2.5 Hubungan antara Budaya dan Globalisasi
Peleburan budaya yang terjadi saat ini sering disebut sebagai globalisasi
kultur. Untuk mengetahui lebih lanjut apa itu globalisasi kultur, terdapat tiga
pandangan besar dalam melihat relasi antara kultur dan globalisasi. Tiga
pandangan tersebut adalah diferensialisme, hibridisasi kultur, dan konvergensi
kultural (Susanto 2013). Berikut penulis akan menjelaskan tentang tiga
pandangan tersebut dan perdebatan kaum globalis dan skeptis dalam melihat
globalisasi kultur.
Diferensialisme adalah sebuah pandangan yang percaya bahwa walaupun globalisasi
mempengaruhi banya hal, namun probel kultural akan selalu ada. problem kultural
ini akan semaki meruncing dan akan menyebabkan munculnya clash of civilization. Terdapat dua level dalam clash of civilization yaitu level mikro dan makro
(Huntington 1993, 29). Level mikro adalah terjadi pertentangan atas kontrol
territorial, sedangkan makro level terdapat pertentangan dan persaingan dalam
konteks militer dan ekonomi dalam taraf intersernasional.
Menurut Susanto (2013) dalam pandangan hibridasi kultur tidak ada yang murni
dalam sebuah budaya atau kultur. Budaya merupakan hasil dari sebuah proses yang
kompleks dan hibridasi merupakan hal yang berbeda dari imitasi. Terdapat sebuah
kondisi yang dinamakan glocalisations yaitu
ketika individu dapat mempengaruhi global dan sebaliknya (Susanto 2013).
Terdapat lima landscape yang dihasilkan oleh globalisasi yaitu ethno scape, media scape, techno scape, finance scape
dan ideo scape (Apadurrai 1995 dalam
Susanto 2013). Scape yang dimaksud adalah merujuk
pada variable yang tidak teratur yang secara konsisten dapat menjelaskan
keadaan yang beragam atau heterogen.
Pandangan terakhir yaitu konvergensi kultural merupakan sebuah dinamika
kultural yang dibangun berdasarkan tingkat bertahan sebuah budaya. Konvergesi
kultur menyebut globalisasi kultur sebagai imperialism kultural. Terdapat
organisasi internasional yang mendominasi dalam perkembangan globalisasi
kultur. Mcdonaldlizaion thesis yang dikemukakan oleh Ritzer dapat menjelaskan
lima prinsip yang dibawa oleh McDonald yaitu efiesiensi, kalkulasi, prediksi,
teknologi dan paradok irrasional maupun rasional telah mempengaruhi dan dipakai
dalam era globalisasi budaya saat ini (Susanto 2013).
Budaya atau kultur dalam globalisasi sering diperdebatkan oleh kaum skeptis dan
globalis. Menurut pandangan kaum skeptis, budaya lahir dan berakar dari
identitas nasional yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Budaya nasional
muncul seiring dengan adanya nation-state. Bangsa tidak hanya sekumpulan
masyarakat sosial yang besar melainkan sebuah komunitas yang lahir dari sejarah
dan kebudayaan menempati suatu wilayah tertentu (Held 2003, 27). Adanya budaya
nasional yang lahir dengan adanya nation-state memunculkan lahirnya
nasionalisme, dan nasionalisme tersebut dipakai untuk menjaga sebuah budaya
nasional yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Menurut skeptis, nasionalis berusaha
mengungkap dan mengeksploitasi masyarakat 'sejarah-etno' dan menyoroti kekhasan
dalam dunia persaingan nilai-nilai politik dan budaya (Hall 1922 dalam Held
2003, 27).
Budaya nasional telah mengakar kuat pada sebuah bangsa. Dengan begitu, skeptis
meragukan adanya perkembangan budaya yang global dapat mengikis kebudayan asli
atau kebudayaan nasional. Perkembangan teknologi dan informasi yang dapat
menciptakan sebuah globalisasi kultur ditentang oleh para kaum skeptis yang
percaya bahwa kebudayaan nasional akan dapat mempertahankan keberadaanya. Kaum
skeptis menekankan pada adanya budaya nasional dan tidak mengakui adanya common global, universal history yang dapat
mempersatukan masyarakat (Held 2003,30). Berbeda dengan kaum skeptis yang
mendukung keberadaan budaya nasional, menurut globalis budaya nasional yang ada
akan mulai terkikis dengan adanya globalisasi. Cepatnya arus informasi dan
teknologi seperti pengaruh dari media massa tidak akan dapat dihindari. Media
massa membuat seseorang dapat mengeksplor dan mengaplikasikan budaya lain dan
mulai meninggalkan budaya nasionalnya. Menurut globalis, globalisasi kultur
saat ini bukan diatur oleh negara melainkan oleh institusi-institusi (Held
2003,36).
Dari penjelasan diatas, perbedaan mendasar antara pandangan skeptis dan
globalis dapat terlihat dengan jelas. Untuk menjelaskan fenomena global kultur,
skeptis bertahan dengan menegaskan bahwa budaya nasional yang dimiliki oleh
negara tetap memiliki peran penting dan tidak akan terpengaruh dengan peleburan
budaya secara global. Sedangkan bagi globalis, organisasi dan
institusi-institusi internasional yang ada telah mengambil alih peleburan
budaya dan secara tidak langsung budaya nasional akan terpengaruhi oleh hal
tersebut.
Di dalam globalisasi terlihat dengan jelas bahwa terdapat ambisi dari
negara-negara yang menumpang dalam globalisasi. Negara-negara yang ingin
mewujudkan kepentingannya dapat mengekspansi atau mengeksploitasi negara lain
melalui globalisasi. Pengaruh globalisasi terhadap budaya tidak dapat
dihindakan walupun budaya sudah tertanam dengan baik pada setiap bangsa.
Pengaruh globalisasi memang menawarkan beragam hal di berbagai bidang, namun
pada akhirnya globalisasi malah akan menimbulkan sebuah kekosongan (Susanto
2013).
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal
manusia.
Dalam
bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
2.6 GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL
INDONESIA
Proses saling mempengaruhi adalah
gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi
dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok
masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami
proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang
penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan
diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini
berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak
egara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan,
padahal di egara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa
generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang
karena adanya pengaruh-pengaruh luar.
Kemajuan bisa dihasilkan oleh
interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi.
Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait
dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat
di dalamnya masih tetap berarti. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan
dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat
ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai
hal.
Atau kebudayaan juga dapat
didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan
hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam
kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi
berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat
dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila
disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada
dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan.
Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya,
lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat
Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya.
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat
di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian
yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam
masyarakat.
2.7 PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA
BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah
menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya
arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan
yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan
3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya
keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri .
Budaya Indonesia yang dulunya
ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya
pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang
lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor
dan tagading (alat egar batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual
kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang
meriah.
Saat ini, ketika teknologi semakin
maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di
masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di egarae dan Taman Mini Indonesi
Indah (TMII).
Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang
menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat
menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya
Dampak Positif Globalisasi terhadap Kebudayaan
:
- Kebudayaan kita bisa lebih dikenal oleh egara-negara lain di seluruh dunia.
- Bagi orang-orang yang mentalnya kuat, globalisasi akan memperkuat rasa untuk melindungi kebudayaannya, sehingga kebudayaannya tidak hilang, malahan semakin kental.
Dampak Negatif Globalisasi terhadap
Kebudayaan :
- Hilangnya kebudayaan asli Indonesia karena orang-orang lebih senang mengikuti budaya barat yang terkesan lebih bergengsi.
- Kurangnya penghargaan terhadap norma—norma di masyarakat. Norma di masyarakat seperti (norma kesopanan, kesusilaan,dan lain sebagainya).
- Menurunnya rasa cinta terhadap budaya sendiri sehingga pengetahuan terhadap budaya nasional menjadi minim.
Ciri Berkembangnya Globalisasi Kebudayaan
- Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
- Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
- Berkembangnya turisme dan pariwisata.
- Semakin banyaknya imigrasi dari suatu egara ke egara lain.
- Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
2.8 UPAYA MENCEGAH MEMUDARNYA BUDAYA BANGSA
Adanya arus globalisasi memunculkan
masalah pada generasi muda. Generasi muda merupakan pewaris kebudayaan maupun
berkewajiban mempertahankan jati diri bangsa, tetapi pada faktanya sekarang ini
banyak generasi muda merasa asing di negeri sendiri. Oleh karena itu upaya
mencegah memudarnya budaya dan jati diri bangsa perlu dilakukan baik oleh
pemerintah, pihak swasta maupun secara penuh kesadaran oleh masyarakat itu
sendiri.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara
lain:
- Melakukan reorientasi budaya (culture reorientation), yaitu aktivitas menengok kembali keberadaan budaya sebagai langkah awal untuk memperkenalkan budaya sendiri kepada generasi baru yang belum memahami nama, fungsi dan asalusul suatu subkebudayaan
- Melakukan revitalisasi budaya, yaitu upaya perombakan dan penyesuaian sedemikian rupa sehingga unsur-unsur budaya tersebut menjadi penting kembali
- Melakukan refungsionalisasi budaya, yaitu membuat suatu budaya mengakar dan berfungsi bagi keperluan sehari-hari masyarakat
- Mengupayakan pelembagaan budaya
- Melakukan implementasi budaya
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pengaruh
globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi
kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan
bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan teknologi
disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah
menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan nilai baru
tentang kesatuan dunia. Radhakrishnan dalam bukunya Eastern Religion and
Western Though (1924) menyatakan “untuk pertama kalinya dalam sejarah umat
manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita, entah suka
atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah,
Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan. Atau
dengan kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur
dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita larut
dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita? Oleh
karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas
bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan
pelestarian budaya bangsa.
3.2
SARAN
1.
Masyarakat
perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya
dan budaya bangsa pada umumnya
2.
Masyarakat
perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang
masuk tidak merugikan dan berdampak negative.
3.
Masyarakat
harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh
globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang
merupakan jati diri bangsa kita
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya
Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas
Indonesia, Mizan 1997.
Sapardi Djoko Damono,
Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy
Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997.
Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan
Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”. Dalam http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm, didownload 13/05/2013.
Koenjaraningrat. 1990.
Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Adeney, Bernard T. 1995. Etika
Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Al-Hadar Smith, “Syariah dan
Tradisi Syi’ah Ternate”, dalam http://alhuda.or.id/rub_budaya.htm , didownload 13/05/2013.
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1979420-dampak-globalisasi/ (Diakses tanggal 14 Mei 2013)